Rabu, 04 Februari 2015

Profil Guru PKn dan Guru yang Menginspirasi

Now, saya mau share tentang esai yang saya buat..... karena disuruh pak dosen hehe. Ingat ingat ingaaaat, jangan copy paste yah, ini sebagai contoh aja untuk penulisan esai. akan lebih bagus kalo kamu cari bahan esai di perpustakaan ^^ esai ini sengaja nggak saya kasih sumber referensi lengkapnya. Trims. Hope you enjoy it ^^
monggoo....

PROFIL GURU PKN DAN GURU YANG MENGINSPIRASI DILIHAT DARI EMPAT KOMPETENSI DASAR

            Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, guru merupakan pendidik yang mempunyai makna sebagai tenaga profesional yang bertugas merencanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan penelitian serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
            Volmer dan Mils menyatakan bahwa profesi sebagai suatu pekerjaan yang didasarkan atas studi intelektual dan latihan yang khusus, dengan tujuan untuk menyediakan pelayanan ketrampilan atau advis terhadap orang lain dengan bayaran atau upah tertentu. Salah satu kriteria penting dari profesi ialah dasar ilmu dan teori yang sistematis. Bagi profesi keguruan, kriteria ini memiliki implikasi penting terutama berkaitan dengan pengetahuan dan kecakapan professional yang dimiliki oleh seorang guru.Sehubungan dengan ini maka pekerjaan harus didasari oleh pengetahuan dan kecakapan, baik mengenai mata pelajaran (subject matter) maupun teori-teori pendidikan (Dahlan, 2010: 4-5).
            Jabatan guru dapat dikatakan sebuah profesi karena menjadi seorang guru dituntut suatu keahlian tertentu (mengajar, mengelola kelas, merancang pengajaran) dan dari pekerjaan ini seseorang dapat memiliki nafkah bagi kehidupan selanjutnya. Hal ini berlaku sama pada pekerjaan lain. Namun dalam perjalanan selanjutnya, mengapa profesi guru menjadi berbeda dari pekerjaan lain, profesi guru termasuk ke dalam profesi khusus selain dokter, penasihat hukum, pastur. Kekhususannya adalah bahwa hakekatnya terjadi dalam suatu bentuk pelayanan manusia atau masyarakat.
            Orang yang menjalankan profesi ini hendaknya menyadari bahwa ia hidup dari padanya, itu haknya, ia dan keluarganya harus hidup akan tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang menjadi motivasi utamanya, melainkan kesediaannya untuk melayani sesama. Di lain pihak profesi guru juga disebut sebagai profesi yang luhur. Dalam hal ini, perlu disadari bahwa seorang guru dalam melaksanakan profesinya dituntut adanya budi luhur dan akhlak yang tinggi. Mereka (guru) dalam keadaan darurat dianggap wajib juga membantu tanpa imbalan yang cocok. Atau dengan kata lain hakikat profesi luhur adalah pengabdian kemanusiaan (Dahlan, 2010:7).
            Menurut Dwi Siswoyo, seorang guru yang profesional ialah yang memiliki empat kompetensi dasar. Pertama, kompetensi profesional yakni kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pendidik di sekolah berupa penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Dalam hal ini mencakup penguasaan materi keilmuan, penguasaan kurikulum dan silabus sekolah, metode khusus pembelajaran bidang studi, dan wawasan etika dan pengembangan profesi. Kedua, kompetensi pedagogik yakni bukan kompetensi yang hanya bersifat teknis belaka, yaitu “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik...”. kompetensi pedagogik ini mencakup selain pemahaman dan pengembangan potensi peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, serta sistem evaluasi pembelajaran. Ketiga, kompetensi kepribadian yakni kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik di sekolah yang berupa kepribadian yang mantab, berakhlak mulia, kedewasaan dan kearifan, serta keteladanan dan kewibawaan. Yang terakhir yakni kompetensi sosial. Kompetensi sosial ialah kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik di sekolah untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (Siswoyo, 2011:130-131).
            Berdasarkan empat kompetensi di atas, penulis hendak memaparkan profil guru Pendidikan Kewarganegaraan, yang selanjutnya disebut PKn. Guru yang mengampu mata pelajaran PKn, sejak dulu sampai sekarang memiliki tantangan yang besar jika dibandingkan dengan guru mata pelajaran yang lain. Materi yang membosankan selalu menyelimuti mata pelajaran PKn di banyak kalangan peserta didik. Guru yang ekstra disiplin dan keras juga diidentikkan dengan guru PKn. Namun, berbagai metode dan strategi telah dilakukan untuk mengubah mindset para siswa bahwa mata pelajaran PKn menyenangkan dan sangat bermakna bagi seorang warga negara Indonesia. Alhasil,  memang tidak sedikit guru yang berhasil memaknai mata pelajaran PKn dengan bagus dan menyenangkan. Tetapi hal ini tidak habis-habisnya menjadi tantangan guru PKn sampai sekarang.
            Saya pun menyadari betapa teoritisnya mata pelajaran PKn yang mewajibkan para siswa untuk tidak sekadar membaca tetapi juga memaknai apa yang dibacanya. Secara teori, apabila seorang guru PKn dapat memadukan keempat kompetensi dasar dan mampu mengintegrasikannya ke dalam mata pelajaran PKn, maka pembelajaran PKn dapat berjalan menyenangkan, bermakna, dan tentunya tidak membosankan. Namun secara praktis hal itu tidaklah mudah.
            Banyak fenomena yang saya jumpai tentang sikap dan perilaku guru PKn ketika sedang mengajar. Ketika SMP, saya mendapati seorang guru PKn yang keras dan hampir tidak pernah tersenyum. Saat peserta didik melakukan pelanggaran di depan mata guru tersebut, sang guru langsung memarahinya dengan kata-kata yang menusuk hati bagi siswa yang intuitif dan perasa. Begitu di takutinya guru tersebut. Setelah lulus SMP, guru PKn yang serupa juga saya jumpai di jenjang SMA. Perbedaannya hanya pada kemampuan mengelola kelas. Guru PKn yang saya jumpai di jenjang SMA malah tidak memperhatikan sejauh mana perkembangan peserta didiknya dalam mempelajari PKn. Saya menyadari hal itu ketika telah menempuh studi PKn pada jenjang perguruan tinggi. Hal-hal yang demikian yang menyebabkan timbulnya stigma di kalangan peserta didik bahwa guru PKn selalu bersifat keras dan membosankan. Contoh-contoh tersebut adalah guru yang sekadar mengerti mata pelajaran PKn tetapi belum dapat menerapkan keempat kompetensi dasar guru ke dalam dirinya dan ke dalam proses pembelajaran di kelas.
            Padahal bagi guru PKn diperlukan adanya persyaratan khusus yang berbeda dengan guru-guru bidang studi lainnya. Adapun kriteria guru PKn adalah sebagai berikut: (a) mempunyai keyakinan terhadap kebenaran pancasila, baik sebagai panangan hidup bangsa maupun sebagai dasar negara; (b) mempunyai sikap hidup manusia Pancasila dalam sikap dan tingkah lakunya; (c) memiliki pengetahuan yang benar mengenai Pncasila UUD 1945; (d) menguasai keterampilan mendidik, yaitu upaya bagaimana nilai-nilai Pancasila dalam di internalisasikan pada siswa; (e) menguasai metode yang dapat menumbuhkan sikap dan mengembangkan sikap serta memiliki sikap keteladanan dan; (f)  menampilkan hubungan guru dengan siswanya yang penuh keakraban kekeluargaan dan menusiawi.
            Dalam kompetensi kepribadian yang telah disebutkan di atas tertera bahwa guru yang profesional hendaknya mampu memiliki pribadi yang ramah, arif, bijaksana, dan dapat menjadi teladan bagi peserta didiknya. Sedangkan dalam kompetensi pedagogik, seorang guru harus mampu mengelola pembelajaran peserta didik dengan efektif dan penuh kreativitas.
            Mengenai perpaduan dua kompetensi di atas, ada sebuah kisah pendek tentang mahasiswa PPL yang mengampu mata pelajaran PKn di sebuah SMP. Ia adalah pribadi yang ramah dan sopan. Namun, peserta didik yang ia bina cenderung tidak memperhatikannya karena ia terlalu lembut dan keramah-ramahan bagi peserta didiknya. Hal ini adalah tantangan baru baginya. Namun hebatnya, ia tidak merasa terbebani dengan problem tersebut karena pikirannya terfokus pada solusi. Ia berkeyakinan bahwa ketika kesulitan datang maka kesulitan tersebut pasti dapat diatasi. Ia memperoleh keyakinan tersebut dari Alquran surah. Al-Insyirah ayat 5-6 yang artinya, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang ia menangis ketika tidak mendapat perhatian peserta didiknya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Namun, rasa putus asa berusaha di tangkisnya dengan terus-menerus fokus pada solusi. Akhirnya ia menemukan ide mengenai metode pembelajaran yang pada waktu itu mampu menarik perhatian peserta didik di kelas. Metode tersebut adalah mind-maping dengan ditambah icon-icon timbul yang berwarna-warni. Alhasil, peserta didik tertarik pada icon-icon timbul yang berwarna-warni yang saling berkaitan membentuk sebuah konsep untuk mempelajari fokus materi. ketika metode tersebut diterapkan, peserta didik selalu antusias menyimak dan bersikap tenang serta memperhatikan guru yang sedang mengajar. Masalah telah teratasi.
            Berdasarkan kisah di atas, mahasiswa PPL tersebut telah mampu memadukan kompetensi kepribadiannya yakni mengimplementasikan sikap ramah, berakhlak mulia dan tidak pantang menyerah dengan kompetensi pedagogiknya yakni kemampuan dalam mengelola kelas. Dengan demikian, peserta didik dapat terarah dengan baik dan tidak merasa bosan ketika guru sedang mengajar. Selain itu, metode tersebut tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan kognitif peserta didiknya tetapi aspek afektifnya dapat terbangun dengan baik. Satu hal lagi yang dapat dipetik dari kisah di atas, bahwa niat dan keyakinan mampu menciptakan solusi atas masalah yang dihadapi.
Guru yang Menginspirasi
            Inspirasi merupakan kata yang paling tepat bagi sesuatu yang dapat mempertahankan motivasi dalam jangka waktu yang sangat panjang. Seseorang yang terinspirasi oleh sesuatu, misalnya setelah menonton sebuah film, untuk mencapai tujuan atau keinginan tertentu akan memiliki semangat yang sangat kuat untuk mewujudkan keinginan tersebut.
            Guru yang baik adalah guru yang menginspirasi. Inspirasi itu tidak hanya ditujukan kepada peserta didik tetapi juga kepada sesama guru. Ada pepatah dari Jeff Johnston (dalam Sennet, 2003: 92) yang berbunyi, “kecintaan akan mengajar adalah hal yang dapat membuat kita bertahan di dalam situasi kelas yang sulit sekalipun”. Selain itu, Christa M. Compton mengatakan, “saat kita merasa diri kita dilumpuhkan oleh retorika tentang tanggung jawab, ujian tingkat tinggi, dan standar kinerja maka kita perlu mengingat kembali misi utama kita yaitu untuk membantu anak-anak belajar dengan lebih baik”. Satu lagi kalimat inspiratif dari Andy Baumgartner, “guru teladan yang sesungguhnya adalah mereka yang datang ke sekolah setiap hari walaupun ada ancaman fisik akan keselamatan mereka; atau guru yang tidak kehilangan antusiasme mengajar walaupun mereka dikelilingi oleh rekan kerja yang lelah dan pesimis. Penghargaan ini adalah untuk guru-guru seperti itu, dan guru-guru lainnya yang berhasil walaupun menghadapi banyak hambatan. Kepada mereka lah saya memberi hormat dan berhutang rasa terima kasih.”
            Kalimat-kalimat inspiratif di atas ditujukan pada rekan sesama guru untuk terus berjuang menjadi pendongkrak kualitas pendidikan. Guru yang inspiratif memandang bahwa masalah adalah vitamin bagi orang-orang yang luar biasa. Bila sedang menghadapi masalah maka sebenarnya hal itu akan membuat jiwa semakin kuat. Hayden mengatakan sesuatu yang fundamental tentang permasalahan ini dengan ujarannya adalah penting untuk belajar dari permasalahan-permasalahan dan menjadi lebih kuat. Atasi masalah dan bergerak maju (Tea, 2009:62).
            Untuk menjadi inspiring teacher, salah satu syaratnya adalah mengasah kemampuan softskill mengajar. Sebuah kemampuan yang mesti ditumbuhkan dari dalam diri guru. Bu Ratna merupakan salah seorang guru yang mengajar di sebuah sekolah di Makassar. Beliau adalah sebuah contoh dari guru yang memiliki latar belakang pendidikan non-guru  karena beliau adalah seorang lulusan ITB. Meskipun demikian, ia berusaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan tugas mengajarnya. Belajar dari internet, dari buku, dari seminar dan training, dari radio  penulis mengetahui dari penuturannya mendengarkan acara di sebuah channel radio, dan dari berbagai sumber belajar yang lainnya. Dengan profesinya sekarang ini, penulis mengetahui bahwa beliau sangat menikmatinya. Cerita di atas merupakan gambaran tentang betapapun latar belakang guru, sepanjang terus-menerus meningkatkan softskill mengajar, maka akan menunjang terhadap kelancaran tugasnya sehari-hari (Tea, 2009:74-75).
            Sebenarnya kompetensi profesional tidak akan terbangun dengan baik apabila kompetensi kepribadian, sosial, dan pedagogik turut diimplementasikan dengan baik. Seorang guru yang telah menguasai materi pelajaran tertentu belum tentu dapat mengelola peserta didik dengan baik. Seorang guru yang mampu mengelola kelas pun ketika ia tidak menggunakan strategi-strategi yang kreatif, maka peserta didik cepat atau lambat akan merasakan bosan.
            Mengenai strategi-strategi kreatif, hal itu dapat muncul apabila seseorang mempunyai energi keikhlasan dalam menghadapi peserta didiknya. Ada sebuah kisah inspiratif seorang guru yang bernama Pak Ryksa.
            Ketika Pak Ryksa untuk pertama kalinya diminta mengajar di sebuah SMA swasta di Depok maka asumsiya adalah akan mengajar di tempat yang menyenangkan. Namun apa mau dikata, pada kenyataannya sebaliknya, sebuah situasi penuh tantangan   apabila tidak disebut sebagai keburukan. Siswa diminta untuk mengerjakan tugas namun tidak mengerjakannya, saat menerangkan di depan kelas, siswa banyak yang mengobrol. Bahkan seringkali siswa masuk kelas sebentar sebelum waktu bubaran jam pelajaran.
            Menghadapi demikian, Pak Ryksa tidak tinggal diam, melainkan melakukan berbagai upaya perbaikan. Apa yang beliau lakukan bukanlah meninggalkan para siswanya, melainkan melakukan upaya yang terbaik. Salah satu upayanya yang bisa dikatakan berhasil adalah belajar sambil bermain kartu. Seperti kebanyakan orang yang sudah mengetahui permainan remi atau domino, maka belajar dengan menggunakan kartu sama aturan permainannya, namun kontennya saja yang berbeda. Bila pada kartu domino atau remi berisi gambar, maka kartu belajar ini berisi materi pelajaran (Tea, 2009:67).
            Cerita di atas pada akhirnya akan bermuara kepada satu kesimpulan, yaitu keikhlasan. Artinya energi keikhlasan seseorang akan memunculkan suatu strategi kreatif. Pada mulanya akan ada banyak alasan untuk membalas keburukan, namun inspiring teacher akan lebih memilih untuk menghadapinya secara ikhlas manakala mendapati dirinya memperoleh sesuatu hal yang buruk. Bukannya tanpa alasan, melainkan menganggap bahwa inilah saat terbaik untuk meraih pahala berlimpah. Akhirnya muncul ke permukaan dalam wujudnya yang baru berupa upaya terbaik.
            Terkait dengan kompetensi yang dikembangkan inspiring teacher di atas, beliau telah berhasil mengembangkan kompetensi pedagogik yakni bagaimana caranya untuk dapat mengelola kelas dengan baik di mana di dalam kelas itu terdapat siswa-siswa yang tidak begitu menghargai gurunya yang sedang mengajar. Metode yang digunakan menarik yaitu berupa permainan. Untuk mengintegrasikan sebuah materi pelajaran kedalam permainan tentu saja tidak mudah apabila seorang guru kurang menguasai materi pelajaran. Secara bersamaan, pak Ryksa telah menerapkan kompetensi profesionalnya dengan baik yakni kemampuan beliau menguasai materi pelajaran di manfaatkan dengan mengintegrasikannya ke dalam permainan kartu domino atau remi. Oleh karena itu, kompetensi pedagogik dan profesional saling mengisi dan melengkapi untuk menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan dan saling menghargai.
Tips Guru dalam Menghadapi Perubahan dalam Pendidikan
            Kurikulum 2013 telah dilaksanakan sejak tahun 2013 lalu. Semakin banyak sekolah yang menerapkan kurikulum baru ini. Perubahan kurikulum menyebabkan adanya perubahan cara guru mengajar.
            Beberapa orang mungkin akan bereaksi terhadap perubahan dengan cara ini dan sebagian dengan cara itu. Namun sedikitnya akan ada tiga reaksi orang terhadap perubahan, yaitu sebagai berikut: (1) beberapa orang akan berubah dengan cepat menuju kebiasaan-kebiasaan baru; (2) sebaliknya, beberapa orang akan berhenti di awal, alasannya sederhana saja, mereka menolak untuk berubah  mengembangkan skill dan kebiasaan baru; dan (3) beberapa orang yang lain akan berputar di dalam alur perubahan. Penyebabnya karena mereka mengalami kebingungan yang berlarut-larut, mereka menjalani proses belajar mempelajari hal-hal baru, namun dalam praktiknya tidak dilaksanakan malah kebiasaan lamanya masih terus dikerjakan (Tea, 2009:45-46).
            Fenomena yang banyak terjadi dalam proses pembelajaran ketika penerapan kurikulum 2013 yakni pada poin 3 bahwa guru-guru telah di beri pelatihan, namun dalam mengajar kadang masih memakai cara mengajar yang lama. Kurikulum 2013 menghendaki guru yang kreatif dalam mengajar tetapi berpusat pada siswa dan mampu mengembangkan kreativitas siswa. Sedangkan yang banyak terjadi, guru-guru hanya sekadar menyuruh siswa nya berkelompok,berdiskusi dan mempresentasikan hasil diskusi dengan pegantar singkat dari guru di awal pertemuan. Seharusnya guru benar-benar menerapkan hasil pelatihan dari dinas pendidikan setempat dalam rangka pengimplementasian kurikulum 2013 dan mengembangkan cara mengajarnya menjadi lebih baik sesuai kurikulum yang berlaku.

            Dalam menghadapi perubahan kurikulum, guru dapat mengikuti diklat dan pelatihan serta sosialisasi kurikulum. Guru harus benar-benar menyerap informasi dan ilmu dari pelatihan tersebut agar benar-benar dapat menerapkan cara mengajar yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar