Now, saya mau share tentang esai yang saya buat..... karena disuruh pak dosen hehe. Ingat ingat ingaaaat, jangan copy paste yah, ini sebagai contoh aja untuk penulisan esai. akan lebih bagus kalo kamu cari bahan esai di perpustakaan ^^ esai ini sengaja nggak saya kasih sumber referensi lengkapnya. Trims. Hope you enjoy it ^^
monggoo....
PROFIL
GURU PKN DAN GURU YANG MENGINSPIRASI DILIHAT DARI EMPAT KOMPETENSI DASAR
Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, guru merupakan pendidik yang mempunyai makna
sebagai tenaga profesional yang bertugas merencanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan penelitian serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Volmer
dan Mils menyatakan bahwa profesi sebagai suatu pekerjaan yang didasarkan atas
studi intelektual dan latihan yang khusus, dengan tujuan untuk menyediakan
pelayanan ketrampilan atau advis terhadap orang lain dengan bayaran atau upah
tertentu. Salah satu kriteria penting dari profesi ialah dasar ilmu dan teori
yang sistematis. Bagi profesi keguruan, kriteria ini memiliki implikasi penting
terutama berkaitan dengan pengetahuan dan kecakapan professional yang dimiliki oleh
seorang guru.Sehubungan dengan ini maka pekerjaan harus didasari oleh
pengetahuan dan kecakapan, baik mengenai mata pelajaran (subject matter) maupun teori-teori pendidikan (Dahlan, 2010: 4-5).
Jabatan
guru dapat dikatakan sebuah profesi karena menjadi seorang guru dituntut suatu
keahlian tertentu (mengajar, mengelola kelas, merancang pengajaran) dan dari
pekerjaan ini seseorang dapat memiliki nafkah bagi kehidupan selanjutnya. Hal
ini berlaku sama pada pekerjaan lain. Namun dalam perjalanan selanjutnya,
mengapa profesi guru menjadi berbeda dari pekerjaan lain, profesi guru termasuk
ke dalam profesi khusus selain dokter, penasihat hukum, pastur. Kekhususannya
adalah bahwa hakekatnya terjadi dalam suatu bentuk pelayanan manusia atau
masyarakat.
Orang
yang menjalankan profesi ini hendaknya menyadari bahwa ia hidup dari padanya,
itu haknya, ia dan keluarganya harus hidup akan tetapi hakikat profesinya
menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang menjadi motivasi utamanya,
melainkan kesediaannya untuk melayani sesama. Di lain pihak profesi guru juga
disebut sebagai profesi yang luhur. Dalam hal ini, perlu disadari bahwa seorang
guru dalam melaksanakan profesinya dituntut adanya budi luhur dan akhlak yang
tinggi. Mereka (guru) dalam keadaan darurat dianggap wajib juga membantu tanpa
imbalan yang cocok. Atau dengan kata lain hakikat profesi luhur adalah
pengabdian kemanusiaan (Dahlan, 2010:7).
Menurut
Dwi Siswoyo, seorang guru yang profesional ialah yang memiliki empat kompetensi
dasar. Pertama, kompetensi profesional
yakni kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pendidik di sekolah berupa
penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Dalam hal ini mencakup
penguasaan materi keilmuan, penguasaan kurikulum dan silabus sekolah, metode
khusus pembelajaran bidang studi, dan wawasan etika dan pengembangan profesi. Kedua, kompetensi pedagogik yakni bukan
kompetensi yang hanya bersifat teknis belaka, yaitu “kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik...”. kompetensi pedagogik ini mencakup selain
pemahaman dan pengembangan potensi peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran, serta sistem evaluasi pembelajaran. Ketiga, kompetensi kepribadian yakni kemampuan yang harus dimiliki
oleh pendidik di sekolah yang berupa kepribadian yang mantab, berakhlak mulia,
kedewasaan dan kearifan, serta keteladanan dan kewibawaan. Yang terakhir yakni
kompetensi sosial. Kompetensi sosial ialah kemampuan yang harus dimiliki oleh
pendidik di sekolah untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan
efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar (Siswoyo, 2011:130-131).
Berdasarkan
empat kompetensi di atas, penulis hendak memaparkan profil guru Pendidikan
Kewarganegaraan, yang selanjutnya disebut PKn. Guru yang mengampu mata
pelajaran PKn, sejak dulu sampai sekarang memiliki tantangan yang besar jika
dibandingkan dengan guru mata pelajaran yang lain. Materi yang membosankan
selalu menyelimuti mata pelajaran PKn di banyak kalangan peserta didik. Guru
yang ekstra disiplin dan keras juga diidentikkan dengan guru PKn. Namun,
berbagai metode dan strategi telah dilakukan untuk mengubah mindset para siswa bahwa mata pelajaran
PKn menyenangkan dan sangat bermakna bagi seorang warga negara Indonesia.
Alhasil, memang tidak sedikit guru yang
berhasil memaknai mata pelajaran PKn dengan bagus dan menyenangkan. Tetapi hal
ini tidak habis-habisnya menjadi tantangan guru PKn sampai sekarang.
Saya
pun menyadari betapa teoritisnya mata pelajaran PKn yang mewajibkan para siswa
untuk tidak sekadar membaca tetapi juga memaknai apa yang dibacanya. Secara
teori, apabila seorang guru PKn dapat memadukan keempat kompetensi dasar dan
mampu mengintegrasikannya ke dalam mata pelajaran PKn, maka pembelajaran PKn
dapat berjalan menyenangkan, bermakna, dan tentunya tidak membosankan. Namun
secara praktis hal itu tidaklah mudah.
Banyak
fenomena yang saya jumpai tentang sikap dan perilaku guru PKn ketika sedang
mengajar. Ketika SMP, saya mendapati seorang guru PKn yang keras dan hampir
tidak pernah tersenyum. Saat peserta didik melakukan pelanggaran di depan mata
guru tersebut, sang guru langsung memarahinya dengan kata-kata yang menusuk
hati bagi siswa yang intuitif dan perasa. Begitu di takutinya guru tersebut.
Setelah lulus SMP, guru PKn yang serupa juga saya jumpai di jenjang SMA.
Perbedaannya hanya pada kemampuan mengelola kelas. Guru PKn yang saya jumpai di
jenjang SMA malah tidak memperhatikan sejauh mana perkembangan peserta didiknya
dalam mempelajari PKn. Saya menyadari hal itu ketika telah menempuh studi PKn
pada jenjang perguruan tinggi. Hal-hal yang demikian yang menyebabkan timbulnya
stigma di kalangan peserta didik bahwa guru PKn selalu bersifat keras dan
membosankan. Contoh-contoh tersebut adalah guru yang sekadar mengerti mata
pelajaran PKn tetapi belum dapat menerapkan keempat kompetensi dasar guru ke
dalam dirinya dan ke dalam proses pembelajaran di kelas.
Padahal
bagi guru PKn diperlukan adanya persyaratan khusus yang berbeda dengan
guru-guru bidang studi lainnya. Adapun kriteria guru PKn adalah sebagai
berikut: (a) mempunyai keyakinan terhadap kebenaran pancasila, baik sebagai
panangan hidup bangsa maupun sebagai dasar negara; (b) mempunyai sikap hidup
manusia Pancasila dalam sikap dan tingkah lakunya; (c) memiliki pengetahuan
yang benar mengenai Pncasila UUD 1945; (d) menguasai keterampilan mendidik,
yaitu upaya bagaimana nilai-nilai Pancasila dalam di internalisasikan pada
siswa; (e) menguasai metode yang dapat menumbuhkan sikap dan mengembangkan
sikap serta memiliki sikap keteladanan dan; (f)
menampilkan hubungan guru dengan siswanya yang penuh keakraban kekeluargaan
dan menusiawi.
Dalam
kompetensi kepribadian yang telah disebutkan di atas tertera bahwa guru yang
profesional hendaknya mampu memiliki pribadi yang ramah, arif, bijaksana, dan
dapat menjadi teladan bagi peserta didiknya. Sedangkan dalam kompetensi
pedagogik, seorang guru harus mampu mengelola pembelajaran peserta didik dengan
efektif dan penuh kreativitas.
Mengenai
perpaduan dua kompetensi di atas, ada sebuah kisah pendek tentang mahasiswa PPL
yang mengampu mata pelajaran PKn di sebuah SMP. Ia adalah pribadi yang ramah
dan sopan. Namun, peserta didik yang ia bina cenderung tidak memperhatikannya
karena ia terlalu lembut dan keramah-ramahan bagi peserta didiknya. Hal ini
adalah tantangan baru baginya. Namun hebatnya, ia tidak merasa terbebani dengan
problem tersebut karena pikirannya terfokus pada solusi. Ia berkeyakinan bahwa
ketika kesulitan datang maka kesulitan tersebut pasti dapat diatasi. Ia
memperoleh keyakinan tersebut dari Alquran surah. Al-Insyirah ayat 5-6 yang
artinya, “Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang ia menangis ketika tidak mendapat
perhatian peserta didiknya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Namun,
rasa putus asa berusaha di tangkisnya dengan terus-menerus fokus pada solusi.
Akhirnya ia menemukan ide mengenai metode pembelajaran yang pada waktu itu
mampu menarik perhatian peserta didik di kelas. Metode tersebut adalah mind-maping dengan ditambah icon-icon timbul yang berwarna-warni.
Alhasil, peserta didik tertarik pada icon-icon
timbul yang berwarna-warni yang saling berkaitan membentuk sebuah konsep
untuk mempelajari fokus materi. ketika metode tersebut diterapkan, peserta
didik selalu antusias menyimak dan bersikap tenang serta memperhatikan guru
yang sedang mengajar. Masalah telah teratasi.
Berdasarkan
kisah di atas, mahasiswa PPL tersebut telah mampu memadukan kompetensi
kepribadiannya yakni mengimplementasikan sikap ramah, berakhlak mulia dan tidak
pantang menyerah dengan kompetensi pedagogiknya yakni kemampuan dalam mengelola
kelas. Dengan demikian, peserta didik dapat terarah dengan baik dan tidak
merasa bosan ketika guru sedang mengajar. Selain itu, metode tersebut tidak
hanya dapat meningkatkan kemampuan kognitif peserta didiknya tetapi aspek
afektifnya dapat terbangun dengan baik. Satu hal lagi yang dapat dipetik dari
kisah di atas, bahwa niat dan keyakinan mampu menciptakan solusi atas masalah
yang dihadapi.
Guru yang Menginspirasi
Inspirasi
merupakan kata yang paling tepat bagi sesuatu yang dapat mempertahankan
motivasi dalam jangka waktu yang sangat panjang. Seseorang yang terinspirasi
oleh sesuatu, misalnya setelah menonton sebuah film, untuk mencapai tujuan atau
keinginan tertentu akan memiliki semangat yang sangat kuat untuk mewujudkan
keinginan tersebut.
Guru
yang baik adalah guru yang menginspirasi. Inspirasi itu tidak hanya ditujukan
kepada peserta didik tetapi juga kepada sesama guru. Ada pepatah dari Jeff
Johnston (dalam Sennet, 2003: 92) yang berbunyi, “kecintaan akan mengajar
adalah hal yang dapat membuat kita bertahan di dalam situasi kelas yang sulit
sekalipun”. Selain itu, Christa M. Compton mengatakan, “saat kita merasa diri
kita dilumpuhkan oleh retorika tentang tanggung jawab, ujian tingkat tinggi,
dan standar kinerja maka kita perlu mengingat kembali misi utama kita yaitu
untuk membantu anak-anak belajar dengan lebih baik”. Satu lagi kalimat
inspiratif dari Andy Baumgartner, “guru teladan yang sesungguhnya adalah mereka
yang datang ke sekolah setiap hari walaupun ada ancaman fisik akan keselamatan
mereka; atau guru yang tidak kehilangan antusiasme mengajar walaupun mereka
dikelilingi oleh rekan kerja yang lelah dan pesimis. Penghargaan ini adalah
untuk guru-guru seperti itu, dan guru-guru lainnya yang berhasil walaupun
menghadapi banyak hambatan. Kepada mereka lah saya memberi hormat dan berhutang
rasa terima kasih.”
Kalimat-kalimat
inspiratif di atas ditujukan pada rekan sesama guru untuk terus berjuang
menjadi pendongkrak kualitas pendidikan. Guru yang inspiratif memandang bahwa
masalah adalah vitamin bagi orang-orang yang luar biasa. Bila sedang menghadapi
masalah maka sebenarnya hal itu akan membuat jiwa semakin kuat. Hayden
mengatakan sesuatu yang fundamental tentang permasalahan ini dengan ujarannya
adalah penting untuk belajar dari permasalahan-permasalahan dan menjadi lebih
kuat. Atasi masalah dan bergerak maju (Tea, 2009:62).
Untuk
menjadi inspiring teacher, salah satu
syaratnya adalah mengasah kemampuan softskill
mengajar. Sebuah kemampuan yang mesti ditumbuhkan dari dalam diri guru. Bu
Ratna merupakan salah seorang guru yang mengajar di sebuah sekolah di Makassar.
Beliau adalah sebuah contoh dari guru yang memiliki latar belakang pendidikan
non-guru karena beliau adalah
seorang lulusan ITB. Meskipun demikian, ia berusaha untuk mempelajari hal-hal
yang berhubungan dengan tugas mengajarnya. Belajar dari internet, dari buku,
dari seminar dan training, dari radio
penulis mengetahui dari penuturannya mendengarkan acara di sebuah
channel radio, dan dari berbagai sumber belajar yang lainnya. Dengan profesinya
sekarang ini, penulis mengetahui bahwa beliau sangat menikmatinya. Cerita di
atas merupakan gambaran tentang betapapun latar belakang guru, sepanjang terus-menerus
meningkatkan softskill mengajar, maka
akan menunjang terhadap kelancaran tugasnya sehari-hari (Tea, 2009:74-75).
Sebenarnya
kompetensi profesional tidak akan terbangun dengan baik apabila kompetensi
kepribadian, sosial, dan pedagogik turut diimplementasikan dengan baik. Seorang
guru yang telah menguasai materi pelajaran tertentu belum tentu dapat mengelola
peserta didik dengan baik. Seorang guru yang mampu mengelola kelas pun ketika
ia tidak menggunakan strategi-strategi yang kreatif, maka peserta didik cepat
atau lambat akan merasakan bosan.
Mengenai
strategi-strategi kreatif, hal itu dapat muncul apabila seseorang mempunyai
energi keikhlasan dalam menghadapi peserta didiknya. Ada sebuah kisah
inspiratif seorang guru yang bernama Pak Ryksa.
Ketika
Pak Ryksa untuk pertama kalinya diminta mengajar di sebuah SMA swasta di Depok
maka asumsiya adalah akan mengajar di tempat yang menyenangkan. Namun apa mau
dikata, pada kenyataannya sebaliknya, sebuah situasi penuh tantangan apabila tidak disebut sebagai keburukan.
Siswa diminta untuk mengerjakan tugas namun tidak mengerjakannya, saat
menerangkan di depan kelas, siswa banyak yang mengobrol. Bahkan seringkali
siswa masuk kelas sebentar sebelum waktu bubaran jam pelajaran.
Menghadapi
demikian, Pak Ryksa tidak tinggal diam, melainkan melakukan berbagai upaya
perbaikan. Apa yang beliau lakukan bukanlah meninggalkan para siswanya,
melainkan melakukan upaya yang terbaik. Salah satu upayanya yang bisa dikatakan
berhasil adalah belajar sambil bermain kartu. Seperti kebanyakan orang yang
sudah mengetahui permainan remi atau domino, maka belajar dengan menggunakan
kartu sama aturan permainannya, namun kontennya saja yang berbeda. Bila pada
kartu domino atau remi berisi gambar, maka kartu belajar ini berisi materi
pelajaran (Tea, 2009:67).
Cerita
di atas pada akhirnya akan bermuara kepada satu kesimpulan, yaitu keikhlasan.
Artinya energi keikhlasan seseorang akan memunculkan suatu strategi kreatif.
Pada mulanya akan ada banyak alasan untuk membalas keburukan, namun inspiring teacher akan lebih memilih
untuk menghadapinya secara ikhlas manakala mendapati dirinya memperoleh sesuatu
hal yang buruk. Bukannya tanpa alasan, melainkan menganggap bahwa inilah saat
terbaik untuk meraih pahala berlimpah. Akhirnya muncul ke permukaan dalam
wujudnya yang baru berupa upaya terbaik.
Terkait
dengan kompetensi yang dikembangkan inspiring
teacher di atas, beliau telah berhasil mengembangkan kompetensi pedagogik
yakni bagaimana caranya untuk dapat mengelola kelas dengan baik di mana di
dalam kelas itu terdapat siswa-siswa yang tidak begitu menghargai gurunya yang
sedang mengajar. Metode yang digunakan menarik yaitu berupa permainan. Untuk
mengintegrasikan sebuah materi pelajaran kedalam permainan tentu saja tidak
mudah apabila seorang guru kurang menguasai materi pelajaran. Secara bersamaan,
pak Ryksa telah menerapkan kompetensi profesionalnya dengan baik yakni
kemampuan beliau menguasai materi pelajaran di manfaatkan dengan
mengintegrasikannya ke dalam permainan kartu domino atau remi. Oleh karena itu,
kompetensi pedagogik dan profesional saling mengisi dan melengkapi untuk
menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan dan saling
menghargai.
Tips Guru dalam Menghadapi
Perubahan dalam Pendidikan
Kurikulum
2013 telah dilaksanakan sejak tahun 2013 lalu. Semakin banyak sekolah yang
menerapkan kurikulum baru ini. Perubahan kurikulum menyebabkan adanya perubahan
cara guru mengajar.
Beberapa
orang mungkin akan bereaksi terhadap perubahan dengan cara ini dan sebagian dengan
cara itu. Namun sedikitnya akan ada tiga reaksi orang terhadap perubahan, yaitu
sebagai berikut: (1) beberapa orang akan berubah dengan cepat menuju
kebiasaan-kebiasaan baru; (2) sebaliknya, beberapa orang akan berhenti di awal,
alasannya sederhana saja, mereka menolak untuk berubah mengembangkan skill dan kebiasaan baru; dan (3) beberapa orang yang lain akan
berputar di dalam alur perubahan. Penyebabnya karena mereka mengalami
kebingungan yang berlarut-larut, mereka menjalani proses belajar mempelajari
hal-hal baru, namun dalam praktiknya tidak dilaksanakan malah kebiasaan lamanya
masih terus dikerjakan (Tea, 2009:45-46).
Fenomena
yang banyak terjadi dalam proses pembelajaran ketika penerapan kurikulum 2013
yakni pada poin 3 bahwa guru-guru telah di beri pelatihan, namun dalam mengajar
kadang masih memakai cara mengajar yang lama. Kurikulum 2013 menghendaki guru
yang kreatif dalam mengajar tetapi berpusat pada siswa dan mampu mengembangkan
kreativitas siswa. Sedangkan yang banyak terjadi, guru-guru hanya sekadar
menyuruh siswa nya berkelompok,berdiskusi dan mempresentasikan hasil diskusi
dengan pegantar singkat dari guru di awal pertemuan. Seharusnya guru
benar-benar menerapkan hasil pelatihan dari dinas pendidikan setempat dalam
rangka pengimplementasian kurikulum 2013 dan mengembangkan cara mengajarnya
menjadi lebih baik sesuai kurikulum yang berlaku.
Dalam
menghadapi perubahan kurikulum, guru dapat mengikuti diklat dan pelatihan serta
sosialisasi kurikulum. Guru harus benar-benar menyerap informasi dan ilmu dari
pelatihan tersebut agar benar-benar dapat menerapkan cara mengajar yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar